Akhir_1
Waktu telah membawa deretan cerita yang begitu berwarna.Tentang segala perjalanan panjang selama ini. Tentang segala perasaan, segala pengorbanan, yang saat ini masih saja menjadi bagian dari kenangan. Aku, iya adalah aku manusia yang begitu mengistimewakan kenangan bersama kamu. Seorang yang selalu berhasil membuat aku merasa bahwa waktu adalah anugerah Tuhan yang sangat luas. Aku tidak pernah menyangka, sampai ini Tuhan selalu saja begitu baik, menuliskan skenario terindah untuk aku jalani.
Kamu, apakah saat ini kamu sedang baik-baik saja? Apakah mungkin saat ini kamu sedang ingin melihatku?. Kamu tidak perlu menanyakan hal yang sama. Aku sangat ingin melihatmu, menertawakan setiap lelucon aneh yang kamu tunjukkan, atau merasa sangat kesal dengan sikap dingin kamu tapi tiba-tiba memberi kejutan. Seperti malam yang datang kala hujan, ia kesepian tanpa bintang. Seperti lautan lepas tanpa ombak, ia termenung diam dalam tenang. Seperti itu aku merindukan kamu. Selalu.
Aku menyadari, banyak hal yang aku lewati dengan kamu. Kamu ingat ketika kamu kecelakaan dulu?. Aku berpura-pura tidak khawatir hanya karena aku egois dengan perasaanku. Aku tidak mau setuju dengan hati untuk berlari dan memastikan kamu baik-baik saja. Jika saja waktu kala itu tidak aku sia-sia kan, mungkinkah hari ini cerita nya akan berbeda?. Jika saja dulu aku mendengarkan ketika adik kamu memberi tahu diam-diam kalau kamu sakit, sebagai kode supaya aku menemui mu. Apakah mungkin saat ini aku masih bisa menatap mata tegar yang selalu kamu tunjukkan?.
Cinta, seperti air yang menuju pada muara laut lepas. Kadang ia mengikuti arus bersama derasnya air hujan sebelum maghrib. Kadang ia bersama tetesan-tetesan embun di atas daun talas di taman bunga. Hal yang pasti terjadi adalah, bahwa ia menuju ke arah yang sama. Apapun arus yang dilalui, lautlah yang menjadi tempat kembali. Bolehkan kemudian jika aku mendefinisikan aku dan kamu seperti itu?. Aku ingin memilihmu sebagai laut. Jika di perjalanannya, aku mengikuti arus berbeda, aku ingin berharap kamu menjadi laut yang selalu memintaku pulang.
Aku masih selalu ingat, kata-kata kamu waktu dulu aku meminta kamu untuk berhenti. Waktu itu, acara ulang tahun terindah untuk ku. Kamu bilang,
"Aku tahu bertahan itu tidak mudah, tapi bukan berarti gak bisa kan?".
Ri, kamu harus tahu, sampai saat ini aku bahkan tidak berniat melupakan kalimat itu. Kamu benar, bertahan bersama perasaan yang sudah sangat dalam itu tidak mudah. Seperti menanti bintang saat fajar bahkan sudah setengah jalan menuju puncak mentari. Seakan waktu yang terasa berlalu terlalu cepat, padahal aku yang terlambat.
Jika saja aku berani waktu itu, menjadi seseorang yang lebih dulu menarik tangan mu untuk digenggam. Apakah mungkin saat ini kamulah yang akan menjadi hal terindah setiap kali aku membuka mata pagi hari?. Aku tahu, mencintai bukan berarti harus memiliki. Tapi, bukankah setiap hati berhak untuk bermimpi? Bagi aku, kamu adalah teka-teki paling rumit namun sulit untuk aku sudahi agar mendapatkan jawabannya. Meski begitu, aku bahkan tidak berani mengambil sepuluh langkah menuju tempat kamu berdiri. Memandang kamu dari kejauhan kemudian tersenyum sendirian sudah sangat membahagiakan dan membuat kaki ini gemetar. Sehingga aku menyimpulkan jika aku meneruskan langkah, mungkin aku akan terjatuh.
Ri, aku tidak punya ingatan yang begitu baik. Aku takut, 20 atau 30 tahun lagi, aku akan lupa bahwa aku pernah semalaman duduk dekat jendela terbuka sampai ketiduran karena memikirkan kamu yang tiba-tiba menghilang. Jadi aku memutuskan untuk menulisnya, sebagai kenangan yang bisa aku buka ulang kelak. Agar setiap huruf yang aku biarkan berbaris rapi di halaman cerita ini menjadi saksi, bahwa aku memiliki hati yang seluas laut dipersiapkan hanya untuk kamu.
Meski aku tahu, bahwa tatapan tegar itu kamu kasih buat menyemangati, tapi dari sana aku kesulitan melihat hal lain yang aku harapkan, cinta...
Memahami cinta tidak semudah mempelajari rumus-rumus perhitungan untaian DNA yang banyak aku pelajari waktu kuliah. Ia terlalu luas, tapi kadang terasa sangat kosong. Aku selalu kurang memahami arti dari segala hal manis yang kadang kamu kasih, namun juga kerap begitu tidak peduli.
Ri, sebenarnya apakah kamu tahu aku menganggap kamu apa?
Dear, Ari Widiyanto.
Ketika malam mebangunkan mu dari selimut yang terlepas. Mungkin, saat itu adalah waktu dimana Tuhan mengabulkan doa ku untuk menyentuh mu, hanya saja kamu tidak menyadarinya.
Ketika siang membuatmu tidak nyaman dengan gerahnya karena matahari, mungkin saat itu Tuhan sedang mengabulkan doa ku untuk memberi tahu kamu, bahwa aku berharap menjadi tempat ternyaman untuk berteduh.
Ketika senja mengingkari janjinya datang bersama pelangi setelah hujan, mungkin saat itu Tuhan sedang mengabulkan doaku untuk memberikan pertanda untuk kamu, bahwa aku sangat ingin memberikan warna lain yang lebih indah untuk hidupmu.
Salam,
Aku.
Comments
Post a Comment